Tik Tak

9/15/2019 10:49:00 PM



Tik ... air hujan satu persatu menitik, merintik jatuh ke bumi. Tanah lapang yang penuh ditanami kenangan-kenangan akan orang tersayang alhasil jadi tergenang. Payung hitamku membentang, kaca mata hitam yang aku kenakan menceritakan bahwa sepasang bola di baliknya sedang muram. Langit berubah kelam, hujan mendera hati yang menganga, mata yang menangis cerminannya. Perasaan apa ini? Seperti sebuah angin yang memukul-mukul relung hati, bukan angin biasa, angin yang telah mampu memporak-poranda tiang-tiang rasa di dalam jiwa. Hatiku hancur tak terukur.

Payung hitam yang aku bentang tak mampu melindungi jiwa yang telah terbang ke nirwana, yang ada hanya jasadnya kini. Dikalang benda mati yang benar-benar menunjukkan kalau yang ada di hadapanku ini benar-benar telah mati, tiada lagi. Ya tuhanku, apa yang telah aku perbuat. Aku telah menjadikannya hilang berkelebat. Istriku, kaca bening pengingat segala keburukanku, aku telah membuatnya pecah, hancur menjadi kepingan malam yang tak akan pernah lagi menjelma siang. Istriku, malam yang tak lagi pernah berbintang, tak ada rembulan petang yang ada hanya malam, pekat tak bersekat.
“Tadinya aku membawakanmu seikat mawar yang indah, masih terikat rapi, manis dan merah. Tapi sekarang, mawar yang ku bawa ini buyar dari tangkainya. Sekuntum mawar menjelma segenggang penuh kelopak bunga. Jangan risau, wanginya masih sama meski tak indah dan utuh seperti mawar yang mekar di tangkainya. Aku menyayangimu, Ma” ucapku lirih, selirih desiran angin yang terperangkap hujan.
Kutaburkan rerupa merah bunga mawar di atas pembaringan kenangan terakhirmu. Luka yang kuberi, apakah kau bawa sampai nirwana?
***
Malam Pertama
“aahhh ... ahhh ...” kau merintih perih. Saat malam pertama kita, barulah aku melihat kecantikanmu yang tak pernah aku sadari. Kau bidadari namun tak memiliki sayap. Sedangkan aku, aku iblis gelap yang memanjakan diri dengan tetesan darah serta remah rintihmu yang lemah.
“aku ini istrimu, kenapa kau malah menyiksaku seperti ini di malam pertama kita?” protesmu lirih.
Tak kupedulikan racaumu itu, ku hempas daun pintu lalu meninggalkanmu bersama pintu dan luka yang menganga akibat pecahan kaca yang ku derakan di tangan kananmu. Aku sangat-sangat-sangat marah. Kau, seorang perempuan cantik yang sama sekali tak aku kenali, mengapa disandingkan dengan iblis jahat seperti aku ini. Sama sekali aku tak menyukaimu barang seujung kukupun. Kau asing yang membuat hatiku bising. Setiap inchi senyum yang kau torehkan di pesta perkawinan siang sebelumnya, membuat darahku mendidih hingga ujung kepalaku ingin meledak.
Enyah!!! Kau harusnya enyah dari hadapanku ketika beling pecahan gelas aku genggamkan di tanganmu. Lari lantas pergi tak kembali. Biar aku mengamuk sendiri bersama emosi merah dalam dada.
Ya tuhan, apa yang aku lakukan. Aku menyakiti perempuan yang tak mengerti apa-apa. Perempuan yang sama sekali tak paham akan rasa sakitku. [[[bersambung]]]

Lupa dimana, 11 Maret 2016 18:02

You Might Also Like

0 komentar

Tersenyumlah!

Popular Posts