Perbincangan : Mendengar Suara Tuhan Sebentar (Jangan Dianggap Serius-serius Amatlah)

10/04/2019 02:07:00 PM



Aku menuliskan ini sebagai gelas kosong yang lama didiamkan dalam lemari, aku adalah gelas berdebu yang lama tidak dihampiri. Sampai tiba masaku untuk dibersihkan, dicuci, pecah dan menjadi butiran kaca, aku terus tergelatak di dalam lemari bersama jaring laba-laba, semut dan hantu yang kadang-kadang ikut bersembunyi. Malam itu adalah malam yang mengejutkan bagi aku, aku tiba-tiba diambil, kemudian dicuci, di lap sampai bersih dan diisi dengan air panas yang dicampuri perasan jeruk dan gula.
Perbincangan pertama selalu membawa kesan mendalam, menarik perhatian pada keinginan untuk pertemuan-pertemuan selanjutnya. Itu yang aku rasakan ketika bertemu ibu Evi malam tadi, aku kira perjumpaan kami hanya sebatas salam, mengambil titipan lalu berpamitan pulang. Tapi dengan ramah, beliau mengajakku masuk ke dalam rumah, membuatkan aku secangkir jeruk hangat yang bagi dia katanya terlalu manis, tapi bagiku terlalu kurang manisnya sampai membuat aku melet-melet dan merem-melek.
Aku tidak menyangka bahwa orang yang aku temui, Ibu Evi Sutrisno adalah orang yang sangat hebat, concern di bidang budaya dan lintas iman, dosen CSCR UGM, bergelar Doctor. Terlepas dari apapun status dan gelarnya, beliau sangat cerdas dan memiliki hawa yang sangat positif, terang sekali, sangat menyenangkan. Aku cukup tercerahkan selama mengobrol kurang lebih 1 jam dengan beliau dan bapak Andri, suaminya.
“Coba tebak umurku berapa!” Ibu Evi sambil tersenyum memberikan tebakan, nadanya terdengar bercanda, “Umurku dengan ibu kamu mungkin lebih tua umurku, ibu kamu kelahiran tahun berapa?”
“Ibu saya lahir tahun 76, Buk. Ibu tahun berapa?” Jawabku.
“Nah, lebih tua ibu kamu. Aku lahir tahun 70”
Tidak kusangka orang tua dihadapanku yang lebih tua dari ibuku masih tampak muda dan segar sekali. Hal terkeran adalah beliau bisa mengimbangi perbincangan dengan anak kecil seperti aku. Itu baru ngobrol kecil, obrolan selanjutnya lebih berat, beliau banyak bercerita tentang pengalamannya mencari beasiswa ke luar negeri dan garis besar hidupnya. Aku tidak bisa berhenti mendengarkan sambil tidak menahan senyum dari bibirku. Pokoknya paanjang sekali kalau ditulis, sebagian besar bahasan yang kami bicarakan ingin aku simpan untuk aku sendiri. Perbincangan malam itu membekas dan menancap kuat di dalam bathinku. Sekali-kalinya berbincang, perbincangan dengan orang baru ini sampai ke hati.
Belakangan aku memang lebih suka berbincang dengan orang yang lebih tua dari aku. Perasaan nyaman, topic bahasan yang lebih matang dan emosi yang lebih stabil selalu aku rasakan dari lawan bicara yang lebih tua. Pada dasarnya aku memang suka mendengarkan, ketika ibu Evi bercerita dan memberikan wejangan kepada aku, aku sangat berhati-hati untuk tidak memotong kalimat demi kalimat yang keluar dari dirinya. Aku berusaha memosisikan diri sesopan mungkin ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, apalagi orang baru.
Suami beliau juga tidak kalah menyenangkan, meskipun bapak Andri tidak bisa bicara karena terkena stroke. Bapak berusaha menyimak dengan baik, turut dalam perbincangan dengan bahasa tubuh yang ia miliki, Bapak sangat reaktif dan positif. Meski tidak ada suara yang keluar dari dirinya, tapi pesan yang ingin beliau sampaikan tertuju langsung padaku tertangkap dengan sempurna.
Perasaan yang aku miliki ketika bertamu itu yang pasti tidak bisa aku tuliskan secara jelas, karena rasanya sangat melegakan hati. Momen pertemuan itu seolah tepat, sangat tepat di kondisi yang aku alami. Aku anggap hal ini adalah bagian dari pengalaman spiritualku, lagi-lagi suara Tuhan memang dapat muncul dari mana saja. Malam itu, Tuhan menuntunku dan menenangkan bathinku lewat Ibu Evi dan Bapak Andri. Semoga aku berkesempatan datang lagi ke rumah beliau. Aku senaaaaaaang sekali mendapatkan berbagai macam wejangan yang mencerahkan. Terima kasih sangat panjang untuk Tuhan yang maha esa, untuk orang yang sudah menjadi jembatan pertemuan antara aku dan Ibu Evi. Malam itu adalah salah satu malam terbaik dalam 21 tahun hidupku. Aku, gelas kosong yang sedang dibersihkan dari debu.
Sleman, 4/10/19


You Might Also Like

0 komentar

Tersenyumlah!

Popular Posts