Semua itu
sudah ditakdirkan Allah sejak sebelum kita terlahir di dunia… segalanya tentang
kita bahkan sudah tercatat di lauh mahfudz. Tinta kehidupan kita sudah
mengering disana, sehingga kita tidak bisa mengubah apapun yang digariskan oleh
Allah.
Masalah bahagia
atau tidak itu, tergantung bagaimana cara kita mensyukuri segala yang ada dan
terjadi dalam kehidupan. Seringkali apa yang kita harapkan tak terwujud dan
membuat hati kita menjadi kesal, marah dan kecewa. Namun, selalu ada sesuatu
dibalik ke-tak terwujudan harapan itu. Allah selalu mempunyai rencana yang baik
untuk hambanya. Asal kita mencoba mengerti saja.
Ketika melihat
orang lain nampaknya bahagia, kebanyakan dari kita kadang merasa iri dan ingin
menjadi seperti orang itu. Padahal, walau kelihatannya orang tersebut bahagia,
kita tak tahu duka yang dirasakan dan dipikirkan oleh orang itu. Asalkan bersyukur
dan menjalani hidup apa adanya, hidup ini akan terasa enteng dan membuat kita
bahagia.
Tak usah
terlalu dalam memikirkan hari esok / masa depan. Karena tetap saja yang kita
jalani adalah hari ini, dan terus saja hari ini dan akan selalu hari ini. Jika kita
telah berusaha hari ini maka sudahlah, kita tak tahu apa yang selanjutnya akan
terjadi. Serahkanlah semuanya pada Allah semata, karena kita sebagai hambanya
hanya mampu berikhtiyar ataupun merencana.
Ikhlaskan semua
yang terjadi dalam hidup ini. Sedih, marah, gundah, gelisah, galau dan
sebagainya. Ikhlaskan semua duka lara dan suka cita. Seperti halnya saat kita
merasa tersakiti ataupun di khianati seseorang yang kita percaya maupun
seseorang (begitu) berarti bagi kita (ex: kekasih, sahabat, dll) . rasanya
sungguh sakit. Ikhlaslah. Mungkin saja Allah cemburu karena kita lebih percaya
dan menyayangi manusia disbanding kepadaNYA.
Tidak perlu
bersedih dan kecewa pada sebuah keterpaksaan. Lama-lama kita akan terbiasa
dengan keterpakasaan itu (ex : dijodohkan, sholat, dll.) dan kita akan
menikmatinya bahkan akan tenggelam di dalamnya. Seperti saat kita masih
kanak-kanak. Ingatkah, saat orang tua / wali kita menyuruh kita untuk sholat
dan mengaji. Kalau kita tak melaksanakannya, orang tua kita akan marah bahkan
saya sampai di pukul agar mau menjalakannya. Tentunya kita dipaksa bukan. Dan sekarang,
ketika beranjak remaja. Betapa bersyukurnya saya karena dulu telah dipaksa
orang tua saya untuk sholat dan mengaji. Andaikan dulu tidak begitu, mungkin
saja saya tumbuh menjadi anak urakan yang semaunya berbuat apa saja, dan saat
ini tidak dapat menulis hal semacam ini.
Curahkanlah segala
cerita kehidupan kita pada Allah. Karena padaNYA-lah tempat mengadu, bukannya
pada manusia. Berbicara / berkata seperlunya saja kepada manusia. Karena manusia
tidak dapat menjamin rahasia kita tentang apa saja yang telah kita katakana padanya.
Hanya padanyalah kita meminta. Atas kehendaknya kita dilahirkan, maka atas
kehendaknya pula segala hal yang terjadi dalam hidup kita, kepadaNYA pula kita
akan kembali (MATI).