Berpikir Panjang Sebelum Kepikir Nikah
8/30/2019 06:17:00 PM
Musim kondangan telah berlalu,
tinggal hitungan hari kalender jawa akan berganti menjadi bulan suro atau
muharram dalam kalender islam. Katanya bulan tersebut tidak boleh dilangsungkan
pernikahan (percaya tidak percaya). Bagi kaum jomblo yang merasa sepi, rasa
sakit dan (mungkin) iri tidak akan berlalu begitu saja. Sebab banyaknya story
dan postingan tentang orang nikahan seperti menyindir diri yang masih sendiri.
Ditambah lagi dengan candaan bernada ejekan yang jumlahnya juga tidak sedikit,
yang bunyinya seperti ini “Kamu kapan
nyusul?”
Bagi kawula muda yang masih
berjuang menyelesaikan studi, melihat teman-teman sebaya nikah duluan kadang
mendatangkan rasa-rasa ingin segera menikah juga. Menikah dianggap sebagai
akhir segala lelah dan gundah, apalagi
nikah kan menyempurnakan iman. Tidak semudah itu, hidup ini tidak akan
berakhir bahagia seperti kisah Cinderella yang menikah dengan pangeran tampan
dan kaya raya, lalu tamat.
Pada kenyataannya menikah memang
tidak semudah itu.
Banyaknya konten-konten medsos
yang mengkampanyekan nikah muda menjadi salah satu penyulut hasrat semu ingin
menikah di masa yang belum tepat. Gerakan Indonesia tanpa pacaran adalah salah
satunya. Dikampanyekan berulang-ulang kalau pacaran itu mengandung banyak
sekali keburukan di dalamnya, lebih baik langsung nikah saja untuk menghindari
zina. Terlepas dari segala ketidak baikan dalam pacaran, menikah bukanlah
solusi atas segala permasalahan. Toh
agama dan kehidupan kita juga tidak melulu mengurusi soal zina dan zina bukan?
Menikah bukanlah perkara cinta
sama cinta atau suka sama suka semata. Ada banyak hal yang harus dibahas
sebelum sepasang manusia benar-benar terjun dalam biduk rumah tangga. Menikah
adalah menyatukan banyak sekali perbedaan, tidak hanya soal hidup bersama
berdua saja lalu selesai. Ada dua keluarga yang harus disatukan, ada dua
pikiran yang harus dipadukan. Belum lagi soal kompleksitas perekonomian, hal
ini adalah salah satu faktor yang menyebabkan pertengkaran, percekcokan bahkan
baku hantam dalam sebuah hubungan. Psikologis yang belum matang dan kurangnya
perencanaan kedepan merupakan hal-hal menyeramkan yang kadang tidak terpikirkan
sebelum memutuskan untuk menikah.
Menikah itu melipatkan gandakan rezeki, jadi tidak usah takut akan
kekurangan dalam pernikahan. Ada benarnya juga, namun kalau tidak
dipersiapkan baik-baik, bayar listrik, bayar air, bayar sekolah anak, beli
makan, beli bedak, bayar biaya lahiran dan lain sebagainya mau ditutup pakai
apa? Sepasang laki-laki dan perempuan yang memutuskan untuk menikah wajarnya
harus sudah mandiri secara finansial. Mereka harus mampu memutar otak untuk
memenuhi segala kebutuhan keluarga mereka sendiri. Karena itulah salah satu
satu goals dalam sebuah mahligai
rumah tangga.
Tidak sedikit anak adam dan hawa
yang latah nikah karena menelan mentah-mentah persoalan nikah itu sendiri.
Resiko kesehatan dan mental membayang-bayangi keburu-buruan dalam mengikat
hubungan. Hal itu kemudian akan berakibat panjang bagi anak-anak yang dimiliki
dan hidup kedepan. Lagi pula, dalam kitab qurrotul uyun, ternyata ada 5 hukum
nikah:
1. Wajib
apabila orang yang ingin menikah sudah mampu secara lahir dan batin. Apabila
tidak menikah dikhawatirkan malah akan berbuat zina.
2. Sunnah
ketika seseorang sudah mampu secara lahir dan batin, namun belum ingin menikah
dan masih mampu mengendalikan hawa nafsu.
3.
Makruh jika dalam pernikahan seorang calon suami
atau calon istri belum memiliki tekad yang kuat dalam memberikan pemenuhan
hak-hak terhadap satu sama lain. Sementara dalam menahan syahwat masih mampu.
4.
Mubah jika pernikahan hanya dijadikan sebagai
alat untuk pemenuhan syahwat semata.
5.
Haram menikah bagi orang yang tidak memiliki
kemampuan untuk menghidupi pasangannya secara lahir dan bathin. Selain itu
hukum ini juga berlaku jika tujuan menikah adalah untuk menyakiti pasangan.
Jadi sebuah pernikahan harus melihat banyak pertimbangan sebelum
dilangsungkan. Tidak sedikit pasangan muda yang akhirnya memutuskan berpisah di
tengah jalan karena ketidak mampuan dalam banyak hal. Seperti tidak mampu
menyatukan pemikiran, tidak mampu beradaptasi dengan kebiasaan pasangan, tidak
mampu secara ekonomi dan tidak mampu-tidak mampu yang lainnya.
Kalau lelah dengan beban kehidupan yang tiada habis-habisnya, solusinya
bukan menikah. Namun beristirahat dan mendekatkan diri pada Allah, menyegarkan
pikiran dengan bermacam-macam cara, bertemu teman, jalan-jalan, makan, nonton
film dan lain sebagainya. Terlepas dari jodoh dan nikah yang kita tidak tau
kapan datangnya, terus memperbaiki diri dan menjadi sebaik-baiknya manusia
adalah tugas manusia. Wallahua’lam.
Artikel ini dimuat di Milenialis.ID
1 komentar
Nikah niku syarate namung kalih...
ReplyDeletekalih sinten ingkang purun
Tersenyumlah!