Monolog (singkat) Sang Cermin

1/28/2016 08:33:00 PM



Gadis cantik yang ada di hadapanku ini, namanya Fani. Parasnya yang jelita masih dihiasi titik-titik butir tirta hening, yang beberapa saat lalu masih berbentuk sekelompok tirta suci yang mampu menyejukkan raga serta melibas seluruh jelaga yang melekat di atas indra peraba. Mahkota kepalanya berkilau kelam, panjang sebahu serta beraroma mayang. Masih basah bersimbah rinai tirta serupa dengan yang menghiasi rupa ayunya. Dari ujung-ujung rambut kepalanya, titik tirta satu persatu menitiskan rupa, lalu hilang ditelan sepanjang tuala yang melilit apik di raga Fani yang teramat jenjang menjulang. Cantik. Gadis ini cantik betul. Dahulu kala ia masih alit, ia tak se-elok seperti saat ini. Pipinya gempal, menjadi sasaran cubit orang, macam mencubit kue bakpao sajalah. Jasadnya masih alit, seringlah ia di gendong-gendong ibunya, menatap pandang lekat ke arahku, lantas berkata halo, aku Fai. Hahaha ... bicara gadis kecil itu dahulu belumlah calak. Sangatlah menggemaskan kau, Fan.
“sana ganti baju, Fan. Sudah kubilang kau ini cantik. Berpakaianlah yang bagus biar makin cantik” titahku.
Tirta hening yang menempel di kulit pualamnya, hampir musnah semua sudah. Badan Fani sudah kering sehabis merapal jelaga dengan buih sabun beraroma mayang di kamar basah tadi. Tiga puluh menitlah sudah ia mematung diri di hadapanku. Selama itu pula sudah ku madahkan bilamana ia sungguh jelita. Baru setelah gendang telinganya bosan mengindahkan kata-kataku yang mendendang, ia melenggang pergi dari hadap mukaku. Sesaat lagi, pastilah Fani kembali kehadapanku. Mematut diri lantas bertanya sudah cantikkah aku?
Gadis cantik, kau memang cantik. Bak batu pualam cendayam di ujung malam. Kau Fan, bersinar bayan di naungi pendaran rembulan. Ahh jelita, Cuma kata jelita yang tertawan dalam setiap sambang pandang pada engkau Fan. Ibumu dulu bahkan tak seayu dirimu. Aku tiada akan pernah jengah, mengamati polah keletah geliat ragamu. Berapa kali kau menodongkan tanya soal rupa? Berapa kali aku rapalkan jawab soal jelita. Cantik.Cantik.Cantik. Itulah kau, Fan. Sekalipun dari zaman ibu bahkan ibu pertiwi dulu, tak pernah ada gadis jenjang secantik mayang seperti kau yang pernah aku tatapi. Setiap hari, setiap waktu.
Gadis ini, pagi ini memakai gaun merah meriah. Riasan celak memperdalam catatan buram di netranya, pipinya di polesi perona lantas bibirnya. Ahh, merah menggoda seperti strawberry.
Tahukah kau, Fan? Ada satu pertanyaan yang selalu mengiang dalam kilat pandang atas engkau sepanjang waktu. Sebenarnya yang cantik itu kau atau aku, kau kan juga aku Fan. Wajahmu yang jelita itu ada di dalam ragaku. Pancaran ayumu tak lain tiada bukan karena ada aku. Aku yang senantiasa menuntunmu menorehkan riasan serta membantumu berdandan. Tanpa aku kau mana tampak jelita macam pelita di tengah gelita seperti sedia kala. Pantulan ayumu semata karena aku yang memantulkan kepercayaan diri pada jiwamu. Yang cantik kau atau aku; cermin kesayanganmu.
***

 "Bercermin, berkaca sepanjang waktu tanpa sadar dan malah terlena akan kecantikan semu. Aduhh, bahaya!!. Bercermin, sadar, lalu keburukan dipudar itulah baru bersahaja." - Nannov S.

You Might Also Like

2 komentar

  1. Ceritanya bagus.

    Mampir2 ke blog ane : https://p3nulisamatir.blogspot.co.id

    ReplyDelete

Tersenyumlah!

Popular Posts