Hati Meja

11/02/2018 10:28:00 AM


Sepasang kekasih yang bertengkar dalam diam, yang laki-laki bingung ingin berkata apa, memecah suasana tak bisa dia. Si perempuan, ujung-ujung matanya basah, melirik serempak ke kiri, memandangi kaki-kaki meja sebelah yang tidak bisa berlari. Air mata si perempuan lalu jatuh padaku, bukan asin tapi pahit. Tak sekali ini saja air mata seorang perempuan jatuh kepada aku, sengaja aku tangkap sebab aku tak tega, siku tangannya menempel pada aku sebagai topangan agar tangannya tetap tegak menyangga kepala. Sudah kubilang sering-sering, jangan menangis sayang. Tapi biarpun tidak menangis itu mata-mata  perempuan, hatinya yang menangis. Bagaimana bisa sih hati menangis, padahal hati tidak ada matanya. Oh mata hati kan ada, fungsinya untuk melihat yang lembut-lembut seperti debu-debu beterbangan yang bikin bersin-bersin. Selain itu, ada banyak lagi yang dilihat oleh mata hati, yang pasti mata hati bila bertemu hati yang satu frekuensi, ya paling lihat-lihatan, lalu saling sayang, kalau bosan lalu benci-bencian.

source : myAnimeList
Si laki-laki ini tak mampu berkata-kata untuk memecah kekisruhan yang menghinggapi dirinya dan kekasihnya, tangannya memegangi aku, bergetar dia. Aku jadi kasihan, moga-moga tidak pingsan. Nanti aku lagi yang harus menangkapnya kalau kebetulan dia tidak langsung jatuh ke tanah. Bertengkar yang serulah! Supaya aku tau duduk perkaranya, kalau diam-diam begini, aku ikut kisruh ini, bingung. Aku kan penasaran, apa yang membuat kedua-dua kekasih ini diam.

Pluk.
Pluk.
Pluk.
Aduh tiga tetes pahit-pahit si perempuan itu jatuh ke aku, jangan khawatir kakak manis, kalau jatuh aku tangkap. Ehehe. Si pelayan kafe yang membawa nampan lalu datang, suara nampan yang diletakkan membuyarkan lamunan, si laki-laki dan si perempuan menoleh berdua-dua. Sontak tangan si perempuan mengusap sendiri sisa air matanya yang Cuma berapa tetes tadi itu. Bagi sebagian orang, air mata adalah aib memalukan kalau sampai terlihat oleh orang lain, bahkan kalau sampai dilihat cicak, aduh malu sekali jadinya. Dua gelas minuman diletak pindahkan dari atas nampan ke hadapan si sepasang pasangan, yang satu berwarna merah yang satu berwarna coklat.
Akhirnya ada suara juga dari kedua-dua mereka yang tadinya bertengkar diam-diaman, hanya suara helaan nafas tapi. Nafasnya berat, seperti hembusan angin seberat 100 kilogram yang jatuh dari langit.
“Aku minta maaf” Kata lelaki ini, bola matanya bergetar ketika bertemu tatap dengan bola mata di seberang, milik kekasihnya.
“Lalu?”
Alah, dialog macam apa sih itu, tiga kata Cuma ditanggapi dengan satu kata, tidak seimbang. Tidak seimbang bagi aku yang dari tadi sudah mendengarkan dengan seksama. Aku kira akan ada perdebatan serius dan panjang setelah tiga tetes air mata yang menghujam-hujam diriku. Sebal aku, kalau mengamati sepasang kekasih yang bertengkar, ekspekatasiku pertengkaran yang ada akan seperti telenovala, seperti sinetron, ftv atau novel-novel drama di luaran.
Dua minggu lalu agaknya, aku melihat laki-laki ini duduk di kursi lain di kafe ini. Tertawa-tawa seperti tidak ada beban, dia duduk dengan seorang perempuan namun bukan dengan perempuan ini yang sekarang ada di hadapannya. Kalau yang kemarin itu nampak lebih muda usianya. Sebentar hening, lalu sebentar lagi tertawa. Baik laki-laki ini maupun perempuan yang dulu duduk bersama dia nampak baik-baik saja. Tapi kali ini, laki-laki ini kebingungan, dari getar badannya dia sepertinya takut sudah.
Lalu apa hal yang dia takutkan? Toh perempuan di hadapannya ini bukan singa kelaparan, dia manusia. Bukan hantu yang tiba-tiba berdiri di belakang pintu tanpa tanda-tanda, bukan pula sejenis penyakit yang bisa menular lewat udara. Ah sesak rasanya melihat perempuan ini menangis, kalau aku ujug-ujug mengusap air mata dia, bisa digampar aku. Digampar pun aku tidak akan sakit, tangan laki-laki ini yang akan kesakitan, hahahaha. Aku biasa saja.
Aha! Air mata dan keterdiaman seorang perempuan itulah yang amat menakutkan, kalau ibumu sudah mendiamkanmu, kamu pasti akan takut bukan?
“Aku minta maaf, sungguh”
“Lalu?”
“Aku tidak akan mengulanginya”
“Lalu?”
“Aku sungguh-sungguh minta maaf”
“Aku maafkan”
Perempuan ini, matanya menjelma curug, pipinya sungai, aku muara. Aku tidak sampai untuk meraih selembar tisu demi mengusap air mata itu, yang satu tetes berubah menjadi mutiara. Mutiara-mutiara yang kemudian menghantami kepala laki-laki yang kebingungan dengan dirinya sendiri. CTAK CTAK CTAK CTAK, begitu kiranya kalau diaudiokan. Aku getar sebab perempuan ini juga getar. Laki-laki ini meraih tangan kekasihnya namun ditepis, aku jadi makin getar saat ingat kemarin-kemarin tangan perempuan yang bukan merupakan perempuan ini sedang dipegangi oleh laki-laki yang sama. Seperti mau menyebrang jalan saja, dipegang terus. Seperti kalau tidak dipegang akan lepas saja, terus dipegangi. Seperti kalau tidak dipegangi akan hilang diambil orang.
“Kamu dengan dia saja, aku tidak mau lagi” Kata si perempuan dengan suara yang getir
Getar perempuan itu dengan air matanya meninggalkan aku, langkah kaki si laki-laki bergerak mengejar. Aku ditinggalkan, lagi-lagi dengan sesak yang tak terejawantahkan. Apakah selalu begini nasib sebuah meja, didatangi dengan sekelompok rasa lalu ditinggal dalam kekosongan. Jangan dikira meja adalah benda mati, meja juga punya hati. Ah mungkin besok malam akan ada sepasang kekasih yang bertengkar hebat. Mungkin.

****************************

29/10/18 Kopigenk
2/11/18 GTP

You Might Also Like

2 komentar

Tersenyumlah!

Popular Posts