masih berkutat dengan cerpen amatir. cerpen ini sudah pernah di ikutkan lomba.
dalam seminggu lebih sehari ini, saya sudah mengikuti 6 lomba menulis cerpen. satu diantara enam tersebut sudah keluar hasilnya. hasilnya cerpen saya yang berjudul "Memori Pertigaan Jalan" berhasil masuk sebagai naskah cerita yang ikut di bukukan, ya walau tidak meraih juara 1 atau 2. dari 977 naskah cerita yang masuk, hanya diambil 158 cerita untuk di bukukan. insha Allah, antologi ketiga saya akan terbit, kalau tidak salah, judul antologinya "Di Balik Senja". dulu sekaliiiii entah tahun berapa (lupa), antologi pertama temanya tentang ayah, dan yang kedua soal secret admirer. saya sampai apa judul cerpen saya yang berhasil masuk dalam antologi harfeey itu.
do'akan saya selalu agar menjadi penulis yang terus produktif, terus aktif, dan semakin bagus. tahukah anda? menuliskan sebuah cerita adalah "passion" yang ada dalam diri saya, sejak kecil. dan baru saya sadari hal itu ketika SMP.
Tuhan selalu bersama kita.
“dimana
Bulanku? siapa yang menyembunyikannya, dia hilang dari singgasananya.” Amad
berteriak-teriak ditengah keramaian pasar, meneriaki setiap wajah yang ia temui
untuk ditanyai. “siapapun yang melihat Bulan, tolong kembalikan pada Langit”
Amad, malang
benar nasibnya. Pemuda yang lumayan tampan, dari badannya nampak kegagahan
meski terbalut dalam kelusuhan. Setiap memandangi langit, syair-syair indah
keluar melantun dari mulutnya. Saat matari yang menjulang ia untaikan syair
pencarian, pesakitan dan kehilangan. Namun ketika rembulan yang bertengger di
kaki langit, Amad teriakkan syair kasih, cinta dan kerinduan.
Jangan
pedulikan pemuda itu, dia kurang waras
bisik ibu-ibu pengunjung pasar merentet dari satu mulut ke mulut lain. Pemuda
yang terlalu memuja cinta, begitulah jadinya kata salah seorang lagi di
tengah-tengah kerumunan yang seolah tak mempedulikan suara Amad yang terjerik
sakit.
***
“Lan, kasihku.
Lihat aku yang sangat mencintaimu ini” teriak Amad kepada kekasihnya, Bulan
Novitari yang terduduk cantik memakai riasan cindai di puadai nikah bersama
danawa asmara yang di pilihkan Ayahandanya.
Amad di
tarik-tarik oleh orang-orang yang menjaga perkawinan itu, di lempar keluar dari
gedung berhias serba emas yang meremas-remas jantung hati si Amad dan
kekasihnya, Bulan. Maafkan aku, Amad. Ini pilihan Ayahanda. Jerit Bulan
dalam hati, air mata tertahankan di sudut kaca dunia dalam wajahnya. Bulan tak
ingin meniti air mata, ia taulah setiap tetes air mata yang jatuh dari matanya,
lalu membasahi gaun pengantin dan puadainya yang indah akan menjatuhkan harga
diri ayahnya pula. Bulan patuh, sayang serta pada ayahandanya, ia tak ingin
membuatnya malu.