Yogyakarta, 2007
Ku kisahkan perihal pencarian,
kejenuhan juga kesepian yang bercampur menjadi satu. Kau pernah memakan sekotak
es krim dengan tiga rasa yang berbeda bukan? Rasa dari kisahku mungkin akan
seperti itu. Meleleh pelan-pelan, sadar-sadar bahwa es itu telah mencair.
Manisnya hilang menguap di udara.
Petang ini di sebuah gang yang aku
lewati untuk pergi setiap hari meninggalkan 2x3 M ruang menganga penuh serangga.
Tempat yang ketika siang-siang aku gunakan
untuk bermimpi, untuk berpikir, tapi lebih banyak aku gunakan untuk
bermimpi sih. Aku harus cukup banyak bermimpi, mimpi-mimpi yang mungkin akan
menjadi pertanda, petunjuk atau katakanlah pula firasat. Biar lewat mimpi aku
dapat menentukan arahku, mau kemana berikutnya hendak mencari sang Bulan.
Hampir setahun ini, Bulan tak
menampakkan diri di langit. Malam-malam seakan terasa lebih panjang, lebih
pekat meski malam di jaman sekarang selalu bersinar-sinar, berbinar-binar
terang pula akibat lampu-lampu di pinggir jalan, amat banyak. Lampu dari gedung
tinggi, lampu dari panggung-panggung musik yang hampir setiap malam
menggelarkan nyanyian yang digemari banyak orang. Dataranku terang namun
langitku kelam. Ada bintang di sana, kau tahu saat ini aku sedang menunjuk ke
arah Bulan biasanya bertengger, di tengah hamparan angkasa yang sekarang malah
dihuni gemintang.