Menumbuhkan Kembali Kesadaran Bhinneka Tunggal Ika [Tulisan]

7/08/2017 01:17:00 PM


OPAK UIN Suka sekarang namanya PBAK, dan makin ribet pelaksanaannya. Barangkali bermanfaat untuk memperkaya pengetahuan (sedangkan yang menulis ini tidak tau apa-apa).
-
-
-
Adalah Indonesia negara pluralisme. Memiliki beribu-ribu suku serta bermacam-macam bahasa daerah, bahkan Indonesia mengakui 5 agama yang mana semua agama tersebut ditetapkan hari libur nasional pada setiap perhelatan hari rayanya, pun hari keagaamaan lainnya. Sebab Indonesia ialah bhinneka tunggal ika, bhinneka berasal dari bahasa sanskerta neka yang bermakna macam, mendapat tambahan bhi sehingga memiliki arti bermacam-macam, tunggal ialah satu serta ika bermakna itu. Berbeda-beda tetapi satu jua, itulah Indonesia.
Seiring berjalannya zaman, semboyan yang termaktub dalam pancasila tersebut seolah tinggal kata-kata saja. Makin kesini makin banyak pertikaian antar golongan, entah antar agama, ras, suku dlsb. Hal tersebut terjadi akibat ketidakmampuan menghargai perbedaan, serta kentalnya laku etnosentrisme dalam masyarakat Indonesia. Bila ditilik kebelakang, jauh sebelum kemerdekaan Indonesia, segala elemen masyarakat bersatu padu demi satu tujuan yakni kemerdekaan. Tapi mengapa setelah takbir kemerdekaan itu didapat, justru ikatan yang tersusun dari ragam perbedaan itu malah bubrah?


Dewasa ini, segolongan oknum yang mengatasnamakan sebuah agama memercik api perpecahan yang berbuntut kobaran api permasalahan yang besar. Terlihat seolah besar sebab mampu memancing reaksi dari banyak golongan. Katakanlah kasus Ahok, terlepas dari perkara keagamaan, apa yang menimpa dirinya amat disayangkan bila ditilik dari sisi kebhinnekaan sendiri.
Kebhinnekaan adalah kita, ia harus diterima sebagai fakta dalam kehidupan sosial. Bhinneka tunggal ika lahir dari kesasdaran konstruksi pemikiran masyarakat atas kenyataan-kenyataan yang ada, bahwa tak dapatlah berdiri suatu negara tanpa keragaman perbedaan. Bila negara diibaratkan sebagai sebuah menara yang semakin keatas semakin mengerucut, maka pondasinya ialah keberagaman itu sendiri, seperti kata pepatah bersatu kita teguh bercerai kita runtuh. Bila pondasi saja antar elemen satu dengan lainnya tak baik, bagaimana menara akan berdiri kokoh? Maka jelaslah disini bahwa tak seorangpun derasal dari agama/ras/suku/budaya apapun yang berhak mengganggu gugat, mengintervensi, mengintimidasi atau menghancurkan kebhinnekaan itu sendiri. Indonesia adalah satu dengan ragam macam keunikan di dalamnya.
Kebhinnekaan pun merupakan sebuah tantangan, bukan hanya merupakan fakta. Bahaya disintegrasi kebangsaan selalu mengancam Indonesia beserta seluruh potensi di dalamnya. Pandangan primordialis yang sempit akan membawa pada kehancuran, apalagi dibarengi dengan sikap yang seolah seperti ranting kering, mudah terbakar bila terkena percik-percik disintegrasi.
Jelaslah, kebhinnekaan sebagai sebuah tantangan harus dihadapi, bukannya malah dikesampingkan oleh ego etnosentrisme. Untuk menghadapi hal tersebut, dasar yang paling utama dan harus ada dalam benak tiap-tiap individu ialah kesadaran. Kesadaran untuk saling menghargai perbedaan dan membangun relasi damai demi kehidupan sosial yang tentram.
Bukankah setiap individu merupakan mahluk sosial, yang sejatinya saling ketergantungan antara satu dengan lainnya. Nah ketergantungan ini adalah prinsip hidup saling menghargai. Munculnya golongan yang mengatasnamakan agama/ras/suku yang jelas menampakkan sikap intoleran terhadap golongan lain merusak sudah prinsip saling menghargai tersebut. Lucunya, seringkali bila ditelisik jauh lebih dalam atas sikap-sikap intoleran tersebut, rupa-rupanya ada semacam kepentingan dibaliknya, entah ditunggangi kepentingan politik dan semacamnya. Hal yang semacam ini masih terjadi, bahkan menjadi-jadi. Coba pikirkan, yang ada malah oknum-oknum tersebut bergantung dengan golongannya sendiri (fanatik). Kasat sudah bila yang semacam itu melukai semboyan dan makna bhinneka tunggal ika.
Kata kuncinya adalah toleran. Dalam kata toleran sendiri terkandung banyak makna dan wiyata. Toleran adalah kebersamaan, semangat, tekad, keikhlasan serta sikap ksatria guna mengayuh roda-roda kebhinnekaan. Indonesia beserta seluruh elemen di dalamnya adalah satu kesatuan yang utuh, tercipta dari perjuangan dan tetes darah yang sama pada masa lalu, sebab itulah prinsip ‘persamaan’ harus utuh, tidak setengah-setengah ala kong-kali-kong. Masyarakat yang sadar pastilah mengakui bhinneka tunggal ika sebagai fakta, tantangan dan kekayaan hidup bersama. Ialah kita pancasila, Bhinneka tunggal ika.


*Ratna Novita Sari, KPI FDK, 15210031.

You Might Also Like

4 komentar

  1. mantap tulisan nya mbak, semangat nulis nya

    ReplyDelete
  2. Sekarang sudah sangat miskin arti "toleransi".

    Mungkin pendidikan sejak dini, dari gangguan luar yang mempengaruhi generasi muda harus ditingkatkan.

    Kalau tidak, akan banyak perpecahan.

    Good artikel.

    ReplyDelete
  3. Sikap toleransi di Indonesia sudah mulai terkikis. Rakyat mudah diadu domba hanya dengan berbeda agama. Bali patut dicontoh soal toleransi, saya pernah sholat jumat di salah satu masjid dibali, selesai jumatan umat agama lainnya membagikan makanan dalam jumlah yg banyak, mulai camilan sampai nasi. Saya sampai merinding lihat kerukunan umat di Bali. Indonesia banget...

    ReplyDelete
  4. Sebaiknya dalam mncari solusi ttg tokeransi , hindari kata beragam dalam Agama dan beragam dalam etnis, sbb kedua unsur ini sangat berlainann dan sekali lagi jangan dari kedua elemen ini di integrasikan.

    Entic atau suku memang sbg pluralis ttpi soal Agama terutama Islam tidak mengenal pluralis , jd sampai kapanpun anda berusaha untuk integrasikan kedua elemen tsb sangat naif dan tidak mungkin, alih-alih anda akan menyudutkan umat Islam.

    ReplyDelete

Tersenyumlah!

Popular Posts