Kamu bilang kamu sudah baca setiap kata yang aku ketik? Kamu bilang sudah baca semua-semua puisi yang aku tulis di instagram, baik yang sudah aku hapus maupun yang memang tak pernah tertulis. Lalu kamu jatuh cinta.
Kamu bilang kamu memperhatikan aku dari jauh? Kamu lihat terus setiap gambar yang aku posting di sosial media, kamu membaca rasa-rasaku yang tertangkap kamera dan yang tak sempat tertangkap. Lalu kamu jatuh cinta.
Kamu bilang kita satu kota, aku di utara kamu di selatan. Aku di kaki gunung kamu di dekat pesisir. Kamu tau tetangga-tetanggaku, yang bahkan aku tidak tau semua-semua. Kamu tau nama danau di dekat rumahku. Lalu kamu jatuh cinta.
Katamu kemarin, kamu kali pertama tau aku lewat tulisanku di sebuah media. Kamu terkesan dengan perasaan yang aku tuangkan dalam tulisan. Lalu kamu stalking soal aku di dunia maya, tiba-tiba ketemu instagram, blog dan segala yang macam-macam. Tiba-tiba saja kamu jatuh cinta.
Kok bisa? Jatuh cinta lewat tulisan, tak pernah bertatap-tatapan. Sekali pandang jadi, padahal membuat sebuah keputusan penggusuran yang bikin gusar saja harus berbulan-bulan. Aku jadi takut.
Kamu panggil aku Anna, padahal namaku Novita. Aku tanya kenapa? Kamu jawab karena aku adalah Anna. Aku tanya, Anna bagaimana? Kamu malah berpuisi
Anna, diriku
Setiap akar memiliki cahaya terang di dalam cabang-cabangnya
Cahayaku terang benderang, serupa bulan jelita di tengah malam
Anna, diriku
Kau adalah kata dalam sela-sela tenggorokanku
Detakmu ialah detak angin di tengah padang
Menggoyangkan rerumputan yang diam-diam dalam kesedihan
Anna, diriku.
Bersambung.
Kenapa bersambung, aku bertanya. Kamu jawab, karena kita akan selalu bertemu, menyambung hari-hari panjang yang tak kan pernah usai. Berapa episode, aku tanya? Kamu jawab tak terhingga. Kok bisa sih? Kamu jatuh cinta, tapi aku belum? Ataukah rupanya, kamu hanya jatuh cinta pada kata, bukan pada Anna, pada Novita. Kamu diam, lalu berpuisi.
Bersambung.
Kamu bilang kamu memperhatikan aku dari jauh? Kamu lihat terus setiap gambar yang aku posting di sosial media, kamu membaca rasa-rasaku yang tertangkap kamera dan yang tak sempat tertangkap. Lalu kamu jatuh cinta.
Kamu bilang kita satu kota, aku di utara kamu di selatan. Aku di kaki gunung kamu di dekat pesisir. Kamu tau tetangga-tetanggaku, yang bahkan aku tidak tau semua-semua. Kamu tau nama danau di dekat rumahku. Lalu kamu jatuh cinta.
Katamu kemarin, kamu kali pertama tau aku lewat tulisanku di sebuah media. Kamu terkesan dengan perasaan yang aku tuangkan dalam tulisan. Lalu kamu stalking soal aku di dunia maya, tiba-tiba ketemu instagram, blog dan segala yang macam-macam. Tiba-tiba saja kamu jatuh cinta.
Kok bisa? Jatuh cinta lewat tulisan, tak pernah bertatap-tatapan. Sekali pandang jadi, padahal membuat sebuah keputusan penggusuran yang bikin gusar saja harus berbulan-bulan. Aku jadi takut.
Kamu panggil aku Anna, padahal namaku Novita. Aku tanya kenapa? Kamu jawab karena aku adalah Anna. Aku tanya, Anna bagaimana? Kamu malah berpuisi
Anna, diriku
Setiap akar memiliki cahaya terang di dalam cabang-cabangnya
Cahayaku terang benderang, serupa bulan jelita di tengah malam
Anna, diriku
Kau adalah kata dalam sela-sela tenggorokanku
Detakmu ialah detak angin di tengah padang
Menggoyangkan rerumputan yang diam-diam dalam kesedihan
Anna, diriku.
Bersambung.
Kenapa bersambung, aku bertanya. Kamu jawab, karena kita akan selalu bertemu, menyambung hari-hari panjang yang tak kan pernah usai. Berapa episode, aku tanya? Kamu jawab tak terhingga. Kok bisa sih? Kamu jatuh cinta, tapi aku belum? Ataukah rupanya, kamu hanya jatuh cinta pada kata, bukan pada Anna, pada Novita. Kamu diam, lalu berpuisi.
Bersambung.