“bahwa hal yang pada masa itu aku anggap pasti, malah tidak terjadi dan berbalik melukai aku sendiri. Aku berharap aku lulus, ibuku datang melihat aku wisuda, aku dan ibu berfoto bersama, tapi belum sampai pada masanya ibuku malah meninggal. Itu satu hal yang membuat aku sadar bahwa tidak ada yang benar-benar pasti. Menggantungkan harapan pada manusia, pasti balasannya adalah luka. Jangan dikira aku pada waktu itu tidak sedih, tidak marah, tidak kecewa, tidak mengamuk dan membenci semua yang aku lihat. Jangan kamu pikir karena aku laki-laki aku bisa menerima kekecewaan atas ibuku yang meninggal dengan cepat. Kalau Cuma perkara asmara, aku ditinggal menikah mantanku 4 kali, yang 2 memberikan harapan palsu dan begitu saja pergi, lungo ngono wae ra onok kabar. Saat ini sampai detik ini rasanya biasa saja, kadang kalau ingat ada cekit-cekit dikit, sedikit sekali. Pada saat itu, sedih marah kecewa, LEMES dan lain sebagainya, iya jelas. Aku kira dengan tuhan melukai aku akibat terlalu berharap pada manusia adalah cara tuhan mengembalikan harapanku padaNya. Benturan di dalam diri itu wajar kalau kamu ada masalah, apapun itu masalahamu. Setiap orang pasti punya cara untuk lupa, Itu…” – Sebuah percakapan yang mencerahkan, suara tuhan terkandung di dalamnya (Basa-basi, 31 Mei 2018) Pencerahan dari tuhan memang bisa datang dari mana saja ternyata, bagi yang sadar dan butuh pencerahan, dan aku mendengar pula suara tuhan dalam sebuah lagu ini.