Buku : Kawan Untuk Melawan
10/09/2016 08:29:00 AM
Jauh sebelum adanya internet, buku adalah alat yang mewadahi
isi-isi pemikiran seseorang. Sejarah juga dirangkum dalam bentuk sebuah buku
untuk memudahkan generasi turunan dari generasi yang sudah ada pada masanya.
Maka berterima kasihlah pada sang penulis yang sudah mau merekamkan apa yang ia
lihat, ia dengar, ia pikirkan dan yang si penulis itu sendiri rasakan.
Orang bilang, buku adalah jendela dunia. Seseorang bisa melihat
sepotong-sepotong dunia belahan manapun dari waktu ke waktu, pun dari ruang ke
ruang. Jangan sampai semboyan "buku adalah
jendela dunia" tergantikan secara kejam oleh semboyan
"internet adalah dunia itu sendiri". Meskipun pada kenyataannya di
gen Z sekarang ini, dimana masehi sudah memasuki millenium ketiga dalam catatan
manusia, bahwa sama pentingnya antara internet dan buku. Keduanya saling
mendukung kebutuhan umat manusia.
Tidakkah ingat? Masa kecil dulu selain ditemani game-bot hitam
putih bergambar kotak-kotak, kita penerus gen Z juga berkawan dengan yang
namanya buku. Kita tumbuh dengan membaca buku dongeng menjelang tidur siang dan
atau malam, membaca majalah anak-anak berhadiah dan seterusnya sampai kita tiba
pada masa ini, apakah kebiasaan memeluk buku ketika tertidur masih kita
lakukan?
Sepatutnya, buku mempunyai makna lebih dari sekedar berkawan,
yakni melawan.
Buku adalah kawan untuk melawan. Yang pertama jelas untuk melawan
kebodohan dan juga melawan lupa. Namun satu yang harus kita tahu bahwa semakin
banyak membaca, ternyata taulah kita bahwa diri tak tau apa-apa. Semakin banyak
pula kita tahu bahwa ternyata kita tidak mengingat apa-apa selain yang
berkenaan dengan diri sendiri. Bukankah hal tersebut terlampau egois? Hal ini
mensiratkan, kita terlalu sibuk memandangi diri sendiri, hanya diri sendiri
berdasarkan objektivitas diri sendiri pula. Yang bisa menilai seseorang adalah
orang lain. Berkenaan dengan buku, sesederhana-sederhananya cerita atau buku
yang ditulis, tulisan itu mewakili pribadi individu atau malahan bisa juga
bangsanya. Buku akan dibaca banyak orang dari masa ke masa.
JAS MERAH. Jangan sekali-kali melupakan sejarah. Bangsa yang
"besar" adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya. Penghargaan
salah satunya lewat pemahaman akan sejarah. Boleh jadi, kita hanya akan diingat
oleh 3 generasi dibawah kita, selebihnya kita adalah mitos, adalah kenangan yang
tak berbekas. Terlupakan dan terpendam. Kecuali oleh 2 hal kita tak akan pernah
terlupakan, menulis sejarah kita sendiri atau sejarah kita dituliskan orang
lain. Ini memiliki makna yang luas.
Buku adalah kontemplasi dari impian-impian yang meranggas menjadi
kenyataan, ini adalah fungsi dan keunggulan buku lainnya. Jika buku mampu
mengakomodir ingatan akan masa lampau, maka boleh jadi sebuah buku juga
merupakan rancangan akan masa mendatang. Katakanlah buku pemikiran semacam Karl
Marx, ia mengutarakan mengenai sistem liberal yang kemudian pemikiran itu
menjelma ilham bagi para penggagas perubahan, sehingga diusahakanlah
pembangunan dan perubahan yang lebih terarah dan lebih benar. Contoh lain,
Simone du Beauvoir yang menyuarakan feminisme dalam buku-bukunya. Boleh jadi,
jika buku-buku semacam the second sex dan lainnya yang membahas hal serupa
tidak pernah ada, maka kesetaraan gender dan paham feminisme tidak akan menjadi
bahan perdebatan yang panas, pun tidak akan ada semangat perubahan dari dalam
diri perempuan seluruh jagad raya. Disini, sampai sejauh ini sudah banyak kita
dapati peranan buku dalam siklus kehidupan.
Membicarakan buku, pasti kaitannya dengan berpikir dan menulis. Di
balik puluhan hingga ratusan lembar kertas yang di kedua sisinya penuh coretan,
selalu ada proses pembuatan dan pembuaian yang panjang disana. Bukankah ini
sama dengan kehidupan yang kita jalani, proses proses proses sampai ke liang
kubur. Menulis adalah keberanian, katakanlah Pramoedya Ananta Toer yang sampai
dipenjara berulang kali akibat buku yang ia tulis, tepatnya akibat mengutarakan
pemikirannya dalam tulisan. Tetralogi pulau buru lahir dari balik jeruji besi
yang pengap dan dingin. Dalam keterkurungan saja, semangat Pram tak padam. Ia
tulisakan kisah bernuansa sejarah agar kelak generasi dibawah Pram paham akan
kondisi serta situasi pada saat itu. Sudah sepantasnya kita menghargai setiap
buku.
Sejarah masa lalu dan harapan masa depan tidak akan pernah padam,
pun tak akan pernah luntur jika kita terbiasa membaur dengan kawan kita, buku.
Kita adalah apa yang kita baca. Sejatinya buku adalah kawan untuk melawan.
Melawan lupa!
#RadioBuku #Volunteer4
1 komentar
Bener banget ... yuk, kembali ke buku
ReplyDeleteTersenyumlah!